Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bebas yang Bertanggung Jawab

Kebebasan berekspresi dan kebebasan informasi merupakan hak setiap manusia. Namun, bagaimana jika kebebasan tersebut dikekang oleh sang penguasa negeri dengan alasan agar dapat menekan kejahatan dunia maya (cyber crime)? Salah satu dari Negara ASEAN yang dikekang kebebasan berekspresinya adalah Filipina. Pada situs portal berita online telah gencar diberitakan jika ada sejumlah demo penolakan atas UU pencegahan cybercrime yang dianggap mengekang kebebasan berekspresi warga Negara Filipina, aksi demo telah dilukai dengan adanya kejadian pembunuhan dua orang jurnalis yang dianggap sebagai serangan langsung terhadap hak kebebasan berekspresi, bahkan UNESCO (Direktu Jenderal Badan PBB bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya) meminta pemerintah untuk segera menyelidiki pembunuhan dua jurnalis tersebut.

Sebenarnya, apa sih permasalahannya sehingga terjadi serangkaian demo yang berakhir dengan tragedi pembunuhan dua orang jurnalis? Bukankah UU pencegahan cybercrime di Filipina bertujuan untuk mencegah penipuan dan segala aksi kejahatan di dunia maya? Bukannkah itu suatu bentuk perlindungan Negara kepada masyarakat? Tetapi, setelah beberapa kali saya mencari tentang UU pencegahan cybercrime beberapa sumber mengatakan jika UU tersebut mengijinkan hukuman penjara berat untuk pencemaran nama baik secara online dan memberikan kekuasaan kepada Negara untuk menutup situs internet dan memantau aktivitas online. Dari sisi pencemaran nama baik secara online pun menurut saya masih luas cakupannya. Apa yang dimaksud sebagai pencemaran nama baik? Apakah pengaduan masyarakat terhadap pelayanan suatu produk atau jasa tertentu dengan mengadu secara online (melalui twitter/facebook/blog) juga merupakan suatu pencemaran nama baik? Pastinya jika pengaduan akan bersifat mengeluarkan semua kekecewaannya bahkan tak jarang konsumen akan marah jika dikecewakan. Dari situlah sepertinya UU pencegahan cybercrime yang disahkan oleh pemerintah Filipina masih samar-samar. Belum lagi tentang hukuman yang cukup berat untuk pelanggaran Undang-Undang tersebut. Bagaimana mungkin hukuman pencemaran nama baik bisa lebih besar daripada hukuman pencurian? Seharusnya sebelum mengesahkan suatu Undang-Undang dilakukan suatu pengujian dipublik apakah Undang-Undang pencegahan cybercrime dapat diterima di publik dan sebagai solusi dari permasalahan yang ada bukannya menjadi suatu permasalahan yang baru karena Undang-Undang tersebut telah disahkan.



BACA JUGA :  JATUH CINTA DENGAN INDONESIA.




Kemudahan untuk berkomunikasi atau mendapatkan berita secara up to date tidak dapat dicegah lagi karena seiringinya perkembangan teknologi yang semakin cepat dan mempermudah masyarakat untuk berselancar di situs internet. Namun, dengan perkembangnya internet dan kita dapat berekspresi di dunia maya terutama sosial media haruslah diimbangi dengan sikap yang bijaksana dalam mengelola sebuah akun. Mencari teman di jaman teknologi yang sudah berkembang tentunya tidak sesulit saat masa-masa Handphone masih menjadi barang mewah, karena cukup menekan “add” “follow” kita pun secara otomatis sudah menjadi teman walaupun belum saling bertatap muka. Lalu, bagaimana caranya agar kita terhindar sebagai pelaku kejahatan dunia maya? Pastikan kita masih mengenal yang namanya jati diri bangsa, yang masih mengenal sopan-santun yang tentunya setiap bangsa memiliki itu. Setiap kebebasan pasti diakhiri oleh tanggungjawab, jika tidak ada rasa tanggungjawab akan suatu kebebasan terjadilah kebebasan yang kebablasan. Dan, bagaimana agar kita terhindar dari kejahatan di dunia maya? Pastikan tidak mengumbar (mengekspos) kehidupan pribadi kita (privasi) kepada orang-orang dan tetap bersikap waspada terhadap orang yang baru kita kenal dan tidak ceroboh untuk langsung log out agar terhindar dari peretas yang memanfaatkan akun anda.

Untuk Filipina yang dengan adanya Undang-Undang pencegahan cybercrime malah membuat beberapa aksi demo sebagai bentuk menentang adanya Undang-Undang tersebut, terbukti jika Undang-Undang tersebut belum layak untuk disahkan karena tidak sesuai dengan keadaan bahkan cenderung mengurung kebebebasan berekspresi, berikanlah waran Filipina untuk berekspresi maupun untuk mengakses informasi di internet sebagai bentuk mengakui adanya Hak Asasi Manusia (HAM), revisi beberapa butir Undang-Undang yang menjadi kotroversi (tentunya hukuman untuk peretas lebih besar daripada hukuman untuk pencemaran nama baik) tentunya lebih dijelaskan bagaimana bentuk pencemaran nama baik itu sendiri. Dan terus usut siapa pembunuh kedua jurnalis tersebut agar tercipta rasa aman kepada masyarakat.

Anggota ASEAN 2015 tentunya tak lepas dari informasi dan komunikasi terhadap dunia internasional maupun terhadap anggota ASEAN, bagaimana kita (Filipina) dapat bersaing maupun bekerjasama kepada anggota ASEAN jika kebebasan berekspresi dikekang? Tingkatkan daya saing masyarakat Filipina untuk berkespresi.



Kebebasan itu harus diakhiri dengan tanggungjawab. Jika tidak, namanya kebebasan yang kebablasan.



Sumber:
Wikipedia (Filipina)

Portal berita online Indonesia

Portal berita online pedoman news
Portal berita online southeastasia

Portal berita online antaranews 

Posting Komentar untuk "Bebas yang Bertanggung Jawab"