Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dear Mama.. (get well soon, okey ?)

menjadi tegar



Ternyata aku lebih nyaman jika menyapamu dengan sebutan Mama, terlihat nyaman dan tentu saja terlihat manja karena aku gadis kecilmu. Kata mereka, kita ini sama karena wajah bulat dan tinggi pun hampir sama. Tapi, ternyata mereka salah, mana mungkin aku bisa sama denganmu Mama. Langkahku masih jauh untuk menyamaimu, Mama. Bahkan, butuh bertahun-tahun untuk bisa sepertimu Ma.

Ingatkah Mama jika aku masih suka disuruh bangun pagi-pagi, karena anak gadis nggak baik kalau bangunnya siang, bahkan tak jarang Mama berteriak sampai aku benar-benar bangun dan disuruh ke pasar untuk belanja di dekat rumah. Mama pun tak pernah absen untuk memarahiku jika di dapur tak cekatan, okelah aku tak bisa menyamaimu Ma. Mama itu koki terhebat yang pernah ada, bahkan master chef pun tak akan mampu menandingi kehebatan Mama. Sedangkan aku, ketika goreng ikan harus siap sedia tutup panci agar gak terkena cipratan minyak goreng yang alamak panasnya. Kata mama, anak gadis itu harus pintar masak itu syarat mutlak agar nanti suami gak lirik-lirik wanita lain, katanya sih kalau suami sudah dikasih makan enak, dijamin nggak kabur ke wanita lain, kata Mama (lagi) harus pintar masak biar nggak malu-maluin di depan mertua, “Malu dong kalau anak Mama nggak bisa masak,” kata beliau. Dan suasana dapur pun menjadi heboh ketika aku masak sekaligus kena marah Mama. Tempat dapur pun menjadi tempat rumpi, ketika ada topik yang hot yang wajib dikupas tuntas.

Mama, setidaknya aku tahu gimana rasanya memiliki tiga anak yang sangat berbeda karakter, tidak cukup membesarkan anak melainkan juga mendidik anak. Maafkan aku jika selalu menimbulkan banyak masalah, apalagi masih kecil udah berani berantem dengan anak tetangga, berantem dengan teman sekelas dan entahlah berapa kali aku berantem, capek hitungnya. Aku sempat berpikir, apakah waktu dalu Mama ngidam anak laki-laki tetapi ternyata yang lahir itu aku, anak perempuan. Ketika beranjak masa puber (akil balig) Mama tak memaksaku untuk menjadi feminim. Padahal aku ingin seperti teman sekolah yang pada ribut masalah jepit rambut lucu-lucu, eh aku malah memilih potong rambut kayak anak laki-laki. Aku juga ingin seperti teman sekolah yang pada rumpi kakak kelas yang tampan. Eh, aku malah berantem (bertengkar) dengan teman sekelas, berantem sama cowok pula. Pasti Mama lelah dengan kenakalanku, maafkan aku Ma. Tapi beneran Ma, saat itu asyik aja berantem sama teman rasanya keren gitu. Ya, anggap saja aku memiliki banyak enerji. Tapi jika ingat masa itu, rasanya bersalah menambah beban Mama, tetapi Mama tak menampakkan rasa lelah, malah Mama menyuruhku ikut eskul taekwondo, kontras sekali dengan kakak perempuanku. Syukurlah, ternyata aku masih normal. Karena berubah total saat SMA, masa dimana aku mulai mengenal hand body lotion dan tentunya sudah diberi ijin untuk ke mall.


Berpisah dengan Mama saat kuliah, aku tahu bagaimana rasanya rindu kampung halaman. Padahal kuliah hanya di Malang. Tetapi rasa rindu itu tetap ada. Tahukah Mama, aku senang saat Mama membawakan aku bekal saat akan kembali ke Malang. Meskipun prinsip anak kos harus “ikat pinggang yang kencang” tetapi membawa bekal buatan Mama merupakan asupan enerji untukku. Tahukah Mama, jika aku pernah menangis saat memakan bekal dari Mama? Rasanya ingin kembali pulang, tetapi aku mengurungkan niat. Akan aku buktikan jika Sari bisa kok ngekos. Sari bisa kok hidup jauh dari Mama (mandiri), meskipun saat pulang kembali lagi sifat manjaku.



BACA JUGA : MY VALENTINE

Mama, sekarang saatnya aku yang akan menjagamu. Mama, bukan aku bermaksud cuek tetapi aku berusaha untuk tak menangis di depanmu. Menahan air mata itu sulit, Ma. Menyiapkan ini itu aku lakukan dengan senang Ma. Menyuruhku untuk beli makanan yang Mama suka, aku segera mengabulkannya, Ma. Setidaknya, di sisi inilah aku ingin sepertimu, Ma. Menutupi rasa cemas dengan senyuman, menutupi rasa kalut dengan berusaha membuat Mama tertawa. Bukankah seorang wanita pintar menyembunyikan perasaan? Bukankah wanita pandai menipu sekeliling dengan sikapnya? Bukankah wanita itu juga merupakan mahluk paling kuat untuk menyimpan beribu-ribu kesedihan yang menghantamnya? Aku ingin menjadi wanita yang kuat, Ma. Bukan lagi menjadi gadis kecil.

Mama, sebulan lagi aku ulangtahunku, bisakah kita seperti dulu? Menghabiskan waktu hanya untuk kita berdua, jalan-jalan ke Sidoarjo entah untuk apa, yang penting menghabiskan seharian hanya ada aku dan Mama. Sekarang dan untuk selamanya aku dan Mama tak akan pernah lupa untuk menghabiskan waktu bersama. Sekarang dan untuk selamanya, Mama ada untuk aku meskipun nanti Mama akan melepaskan aku dan menyerahkan tanggungjawab kepada suamiku kelak, tetapi aku masih menjadi anakmu, Mama. Pasti akan ada waktu hanya ada aku dan Mama.

Posting Komentar untuk "Dear Mama.. (get well soon, okey ?)"