Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ngerumpi timbunan buku

Meskipun masih bulan November, tapi tetap saja udah merasa seperti akhir tahun. Biasanya sih, pasti membuat resolusi untuk tahun depan, intropeksi diri satu tahun ini. Tapi, ada juga ritual yang lain, yaitu melihat timbunan buku selama setahun ini. Maklum, setiap tahun selalu membiasakan diri untuk mencapai target beberapa buku yang harus dan wajib “dihabiskan” selama setahun. Nggak ada patokan sih harus fiksi, yang penting jumlah target bisa diraih, lebih baik lagi kalau bisa melampaui.

Sudah dua tahun terakhir membuat target untuk membaca buku. Tahun lalu target membaca 60 buku dalam setahun, eh ternyata “angkat bendera putih” duuuh gagal total, yang dibaca Cuma belasan buku doang, akunya kalau baca tuh suka lambat, kadang satu buku bisa seminggu. Eh, tapi lain lagi kalau yang dibaca itu buku favorite. Sementara target baca untuk tahun ini adalah 20 buku dan minggu kemarin sudah berhasil membaca 20 buku. Wiiiih seneng rasanya, berasa kayak nrima piala penghargaan terus dadah – dadah ala miss universe. Ngapain sih aku bikin target baca untuk setahun? Tujuan awalnya adalah untuk mendisiplinkan diri, membaca buku akan “memaksa” kita untuk bersabar, sabar membaca dari awal hingga akhir. Membaca buku juga mengajarkan kita untuk menganalisa konflik, membaca latar belakang dari tokoh yang ada di buku (ketika membaca buku fiksi), tujuan sampingnya sih karena memang setiap harinya mengandalkan angkot, salah satu teman setiap untuk mengusir kebosanan ketika nunggu angkot, ya baca buku. Nah, dari situ, kenapa nggak kalau bikin target, rasanya menimbulkan jiwa kompetitif tuh, deg – deg serrr..

Berapa timbunan buku yang akhirnya jadi timbunan? Hehehe.. banyak sih ya, bukan malas baca, tapi haduh daftar untuk beli buku baru berbanding balik dengan waktu yang dibutuhkan untuk “melahap” semua timbunan. Eh, timbunan buku yang aku miliki nggak hanya dari hasil beli dari duit sendiri, ada yang menang kuis, menang giveaway, dapat buntelan dari grup buku, dapat kerjasama dengan penerbit secara langsung, dan dapat langsung dari penulisnya. Nah, untuk buku yang berasal langsung dari penerbit dan penulis, biasanya mereka menawarkan kerjasama untuk bikin kuis di sosial media yang aku miliki. Jadi, banyak cara untuk ngumpulin timbunan buku.

Timbunan buku yang paling lama aku miliki ya buku dari masih aku SMP. Dulunya sih, suka baca majalah anak – anak, eh pas masa – masa remaja plus koleksi buku di perpustakaan lebih banyak novel remaja, mulai deh meninggalkan majalah anak – anak, lanjut baca novel teenlit. Banyak genre yang aku baca, tetapi yang nyangkut di hati novel horor yang itu pun bukan untuk anak remaja, tetapi lebih pantas untuk usia dewasa muda. Widiw. Pada tahu kan buku Goosebump? Itu loh, cerita yang horornya ampun deh, bikin nggak bisa tidur! Pernah loh, baca goosebump, eh malamnya selalu aja ngintip kolong kasur, takut ada yang tiba – tiba muncul.. huwaaaa spooky banget. Meskipun horor, tapi nggak tahu gitu, ada yang selalu bikin penasaran aja sama ceritanya, kalau nggak baca sampai habis malah kebayang sampai kebawa mimpi loh. Hantu yang ada di Goosebump juga bukan hantu yang sering kita dengar, detail banget untuk deskripsi hantu ataupun monsternya.

ada yang suka baca Goosebumps?

Karena rasa penasaran, berlanjut untuk mengoleksi Goosebump, tetapi apa daya uang saku anak sekolah Cuma berapa ribu, sedangkan harga bukunya bikin sesak napas. Meskipun nabung, ada aja godaan sampai nggak sempat untuk mengoleksi semua serinya. Hanya beberapa yang berhasil aku kumpulin. Dan entah beberapa tahun setelah itu, malah nggak terdengar lagi kabar Goosebump, mungkin sudah tamat seri ceritanya. Gara – gara buka timbunan buku, jadi makin penasaran untuk mengoleksi seri Goosebump yang belum lengkap. Tenang, meskipun suka buku dengan genre horor, tapi masih suka kok baca novel romance, novel komedi , tapi tetep aja novel horor yang nomer satu, bikin jantung deg - degan, sensasinya itu loh

Posting Komentar untuk "Ngerumpi timbunan buku"