Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gerbong kereta


ilustrasi


Sesak, semua berlalu -lalang tak menghiraukan sekitar. Semua orang mempercepat langkah, menuju kereta yang akan membawanya ke tujuan yang mereka inginkan. Sementara, di sudut sana, seorang Perempuan yang entah mengapa harus berada di stasium saat itu. Kenapa harus melakukan perjalanan, jika di Rumah segalanya ada? Mengapa harus bertemu orang - orang baru, jika mendengarkan cerita dari orangtua bisa menggambarkan Isi dunia. Ya, perjalanan harus dilakukan Perempuan itu, seorang diri. Alih - alih ingin menjadi mandiri, setengah jam ia habiskan hanya untuk menikmati suasana stasiun, belum tahu kereta mana yang akan dia naiki, tiket kereta terus ia genggam hingga lusuh, kemana tujuan yang ingin dia tuju, kereta mana yang bisa membawanya ke tujuannya?




Beberapa kereta telah melintas, membawa penumpang, orangtua, anak - anak. Mereka berbondong-bondong masuk ke dalam kereta. Perempuan itu ragu akan naik kereta yang beberapa menit lagi akan berangkat, "kereta ini terlalu sesak, ini bukan keretaku" ucap Perempuan itu. Peluit berbunyi, kereta melintas di depan Perempuan itu, meninggalkannya.




"Kereta itu terlalu membosankan, aku tidak suka."




"Kereta ini penuh dengan orangtua, aku tidak suka."




"Kereta ini penuh dengan perokok, menjengkelkan."




"Kereta ini kecil sekali, mana muat dengan kakiku yang panjang."




Begitulah, bermacam-macam gerutu dari bibir perempuan itu, memilih kereta dari satu ke yang lainnya.




Tunggu! Itu keretaku! Putih, bercat merah di sampingnya, bukan kereta yang bermesin diesel, yang menimbulkan suara berisik. Itu keretaku, kereta uapku. Hal yang langka melihat kereta uap di dunia yang selalu mengandalkan kecepatan. Kereta uap mulai berangkat.




Gerbong pertama.




Tak banyak yang bisa dikatakan menarik. Beberapa penumpang banyak yang aku kenal, gerbong penuh dengan teman yang sealu menemaniku, memberiku semangat, memegang tanganku saat aku lemah. Tapi, di gerbong pertama terlalu riuh. Ya, sangat menyenangkan jika melakukan perjalanan bersama sahabat, kan? Tetapi, Perempuan ingin mencari "sesuatu" yang bisa mengisi kekosongan di dalam dirinya.




Gerbong kedua.




Gerbong yang unik, tak ada penumpang di sini, hanya berlatar belakang putih dengan gambar abstrak, penuh tulisan tangan! Heh! Rasanya tak asing dengan tulisan - tulisan di gerbong ini, semua ini tentang impianku! Ya, perjalananmu akan terasa kosong jika tidak ada impian yang akan kamu cari. Menyenangkan sekali gerbong ini, mungkin gerbong ketiga akan lebih menyenangkan. Pasti!




Gerbong ketiga.




Banyak tempat duduk yang kosong, gerbong yang hangat, karena banyak jendela kaca di setiap siainya, sinar matahari menerobos masuk ke dalam kereta. Rupanya ada yg menikmatinya, seorang lelaki dengan mata terpejam menikmati belaian sinar matahari pagi. Ya, semakin tampan jika dilihat. Perempuan itu perlahan - lahan mendekatinya, apa lelaki itu tertidur, atau memang tertidur! Hei yang benar saja lelaki tampan duduk sendiri di sini, apa dia tersesat?




Garis wajah yang tegas.




Alis yang tebal




Seulas senyum




Rambut yang tebal sedikit berantakan.




Mata terpejam.




"Sempurna," gumam Perempuan itu.

Tersadar jika ada suara asing, lelaki itu terbangun. Melihat seorang Perempuan berdiri di depannya, cepat - cepat ia mempersilakan untuk duduk di sampingnya. Lelaki itu tanpa canggung bercerita tentang kereta api, tentang tempat yang Indah bisa dilalui dengan kereta api, lambat laun Perempuan itu larut ke dalam cerita si lelaki, tak jarang mereka berdua tertawa dengan kekonyolan yang dibuat si lelaki, tangan mereka saling menggenggam, entah mengapa sepertinya nyaman berada di samping lelaki itu, sesekali mereka saling menatap, mata mereka bertautan, lelaki itu mendekatkan wajahnya ke Perempuan Dan berkata, "kamu suka angka berapa?" Ucapnya lembut. "Aaa..ku suka nomer 3, karena aku anak ketiga," ucap Perempuan itu sambil menahan degupan jantungnya yang berdebar kencang, baru kali ini ada lelaki yang menatapnya begitu dekat.




"Maaf, aku tak dapat melanjutkan perjalanan bersamamu." Lelaki itu bangkit dari duduknya Dan berlari ke belakang gerbong.




Si Perempuan itu terhenyak, apakah dia melakukan kesalahan? Bagaimana bisa angka 3 bisa menjadi akhir dari perkenalannya. Perempuan itu berlari mengikuti langkah si lelaki, namun semakin Perempuan itu mengejar, semakin jauh lelaki itu, tak dapat diraih.




Gerbong - gerbong yang dilaluinya hanyalah gerbong kosong berwana putih. Padahal Perempuan itu ingin menghiasi gerbong yang lainnya dengan cerita tentang lelakinya, ingin sekali kereta ini menuju tujuannya dengan lelaki itu, hanya lelaki itu. Perempuan itu terus berlari ingin meraih lelaki itu, tak sadar sudah berada di gerbong terakhir, lelaki itu berdiri di ujung sana.




"Andaikan kamu bukan tiga, mungkin cerita ini bisa kita teruskan, mungkin kereta ini adalah kereta kita, dengan tujuan yang sama. Tapi aku adalah satu, tak mungkin dengan tiga," ucap lelaki itu dengan melihat ke atas.




Angka 13, kereta ini memiliki angka 13. Apakah satu tidak mungkin bersatu dengan tiga karena hanya melahirkan kesialan? Atau apakah semua ini salah dari awal? Perempuan itu masih penuh dengan tandatanya, ingin penjelasan yang lebih.




Namun, lelaki itu mulai memudar Dan menghilang, mungkin lelaki itu bukan nyata adanya.




Perempuan itu hanya terdiam di dalam gerbong yang semakin hampa. Cepat tersadar, seharusnya bukan kereta ini yang ia percayakan untuk menuju ketujuannya. Cepat ia melangkah, agar cepat turun ke stasiun berikut.




Semua ini tentang perjalanan, perjalanan yang kamu tentukan sendiri untuk mencapai suatu tujuan. Tak peduli jalanmu berkelok, terjal, lurus, mendaki atau bahkan salah haluan, semua keputusan ada di tanganmu. Seperti Perempuan itu, yang berada di stsiun yang baru, memilih kereta mana yg akan ditumpanginya agar sampai ditujuan, tidak lupa berkata kepada masinis, apakah ada penumpang yang mempercayakan semua kepada angka. Jika ada, tentu saja Perempuan itu tak akan pernah naik kereta itu untuk menuju ketujuannya, masa depannya.


Posting Komentar untuk "Gerbong kereta"