Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seperti itu.

Kamu nggak bakalan tahu pada akhirnya takdir itu seperti apa.

Seorang yang paling sering tertawa bisa saja orang tersebut yang paling sedih, tapi berusaha menutupi kesedihan dengan membuat orang disekitarnyat tertawa.

Bukan perkara sedih dan bahagia, bukan perkara apa yang aku mau, apa yang harus aku miliki. Tapi, seberapa dalam kamu bisa mengenal dirimu sendiri, menghargai dirimu sendiri, mencintai dirimu sendiri.

Hmmm.. bukan menggurui sih, hanya sebuah refleksi di Tahun lalu, 2015.

If you know what I mean. Iya, masalah jodoh yang nggak kelar – kelar jawabannya. Berasa jadi trending topic di Tahun 2015, khususnya di kehidupanku. Ya gimana dong, ortu teriak – teriak minta cucu. Andaikan cucu bisa dibeli di minimarket, udah aku beli selusin, kelar pekara.



Eh ternyata nggak segampang itu.

Oke baiklah, terimakasih kepada pria – pria dengan segala bentuk dan rupa yang pernah menghiasi kehidupanku. Atas segala perhatian maupun ketulusan, meskipun berakhir di sekotak kenangan, ya namanya juga hidup, banyak warna, aku sih hanya nikmati aja apapun yang aku jalani. Toh, segala bentuk ucapan, perasaan, ataupun pemikiran, memang semua dari kepalaku, dari hatiku yang paling dalam, dan tak akan ada rasa yang aku sesali. Setidaknya aku bangga melewati semua atas kemauan dan kemampuanku sendiri.

Kepada si A yang mengajari apa itu arti kesetiaan.
Kepada si B yang mengajari apa itu kesabaran.
Kepada si C yang mengajari bagaimana menjadi wanita tangguh untuk menghadapi segala cibiran orang, yang penting berkarya dulu aja.
Kepada si D yang mengajari aku “cukup berdoa aja, kamu nggak akan merasa sendiri”.
Dan pria – pria yang mungkin sekedar lewat dengan senyuman.

Eh, sebentar deh. Banyak banget ucapan terimakasih kepada Mas – Mas pembuat kenangan. Tapi, buat diri sendiri nggak ada? Iyes, tahun 2015 sepertinya tahun “Kamu terlalu memikirkan orang lain, diri sendiri nggak dipikirin”.

Terlalu memikirkan, bagaimana caranya membahagiakan orang.

Terlalu memikirkan, bagaimana caranya membuat sesorang tersenyum.

Terlalu memikirkan, apakah dia sudah bahagaia dengan apa yang aku berikan.

Terlalu memikirkan, apakah sudah cukup rasa yang aku berikan kepada seseorang.


Padahal pertanyaan kecil, belum tentu aku bisa menjawabnya.

“Sudahkah kamu tersenyum untuk dirimu sendiri, Sari?”


Dan pada akhirnya, mungkin memang rasa sakit, sedih, kecewa harus aku telan bulat – bulat, mau nggak mau, ya harus ditelan, suka nggak suka rasa itu yang aku harus terima. Dan cuma bisa nangis, cuma bisa curhat ke teman, cuma bisa curhat kepada Sang pemilik kehidupan. Dan kembali lagi, harus tetap dan wajib untuk tersenyum.

Mungkin, yang belum kenal denganku, kesannya cengeesan, ketawa mulu, nggak ada susahnya, hidup bahagia sejahtera aman sentosa. Wow, padahal nggak begitu, aku seperti wanita pada umumnya, kalau patah hati yang merasa down, sedih, nangis, kecewa, dan segela rasa yang menusuk di hati, aku mengalaminya. Tapi, aku tetap memilih untuk terus tersenyum, niscaya dunia ikut tersenyuum. Banyak luka di hati, tapi kalau mikirin luka itu terus menerus, aku nggak bakalan bisa melihat betapa indahnya dunia yang aku jalani.

Terimakasih buat sahabat yang selalu menerima aku dengan tangan terbuka, rasanya punya sahabat tuh kayak punya jas hujan, melindungi aku dari lebatnya hujan, angin kencang yang hampir membuatku goyah, tapi tetap stylist saat dipakai *perumpaan macam apa ini*.

Selamat datang tahun 2016.

Perkara jodoh masih menggelayuti hari – hariku. Namun, aku akan melihat “perkara jodoh” dengan sudut pandang yang berbeda.

Sekali lagi, terimakasih untuk mas – mas yang sudah mewarnai hidupku yang membuat aku semakin tangguh, lebih dewasa, lebih memesona, dan buat aku semakin cantik *eh, loh*.

Ayo Sari, semakin bertanggung jawab dengan diri sendiri, lebih menghargai diri sendiri, lebih mencintai diri sendiri. Jatuh itu tidak masalah, memperbanyak pengalaman. Yang terpenting kamu bisa bangkit dan lebih baik dari sebelumnya, meskipun manusia tidak ada yang sempurna, setidaknya berusaha menjadi yang lebih baik lagi, dan tentu saja tidak lupa dengan jati diri sendiri. Sari itu ya begitu anaknya, seperti itu..

Posting Komentar untuk "Seperti itu."