Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Review Kumpulan Cerita, Kala Ratih, Ketika Rasa Tak Lagi Sebatas Pernah.

kumpulan cerpen budaya

Penasaran dengan kumcer Kala Ratih karena kumcer ini merupakan hasil dari program BEKRAF, yaitu Workshop Writerpreneur Accelerate di Surabaya beberapa bulan yang lalu. 4 penulis mempersembahkan 12 cerpen yang mengaduk hati.

Kala Ratih, ketika rasa tak lagi sebatas pernah.



Jika membaca kumpulan cerpen, saya menunggu sesuatu yang mengejutkan, mengapa harus Kala Ratih? Ada apa dengan sesosok atau malah dua sosok tersebut? Apa benang merah yang tersirat di buku ini?

Sejujurnya saya senang membaca kumpulan cerpen karena cerita yang ditawarkan beragam, entah itu sudut pandang, teknik penulisan karena beragam pula penulis yang berkontribusi dan masih banyak lagi hal-hal yang menyenangkan dalam kumcer.

Kalau dilihat dari penjelasannya, yaitu “Ketika rasa tak lagi sebatas pernah”, wah kayaknya pembaca bakalan gagal move on setelah baca buku ini. Baiklah, mari menelusuri dari cerita ke cerita yang lain.


Ada 12 cerita, yaitu :


Ia Bukan Ibuku!

(Tak) Jadi Kawin?

Kau Kesepianku

Senja di Sendang Made

Dhanyangan

Surat Lamaran

Bertolak Serasi

Jelaga di Langit Sore

Menelan Kepahitan

Dermulen

1000 Km : Anyer - Panarukan

Panggung terakhir Rus.



kumpulan cerpen percintaan

Dari 12 cerita, menimbulkan kesan tersendiri, seperti cerita “(Tak) Jadi Kawin”, dari awal membacanya udah bikin stress pembaca dengan segala gempuran konfliknya, memang relate dengan permasalahan pasangan yang akan menikah, banyak juga masalah yang timbul antara keinginan dua keluarga terutama pihak wanita. Saya sebagai pembaca terbawa kesal dengan tokohnya dan merasa hopeless dan diajak mikir, bakalan nikah nggak mereka berdua, ternyata… endingnya memang yang terbaik seperti itu, jadi lega ya memberikan akhir cerita yang memberikan letupan kecil yang menyenangkan.

Sebagian besar dari buku ini tak melulu soal percintaan yang universal, tapi juga mengangkat kesenian di Pulau Jawa, untung saja berbagai istilah kesenian maupun percakapan yang menggunakan bahasa Jawa cukup mudah untuk dimengerti meskipun tanpa catatan kaki.

Dhanyangan, mengajak pembaca lebih dekat untuk mengetahui sifat manusia, bahkan lebih jahat dari roh yang masuk saat bantengan beraksi, atau jangan-jangan banyak pelaku dalam cerita ini sedang dirasuki oleh arwah yang jahat.

Siapa sangka, cerita “Surat Lamaran” yang manis di awal namun memberikan emosi yang campur aduk di akhir cerita ketika semua tanya terjawab dengan perasaan emosi sebagai seorang wanita, bisa-bisanya laki-laki seperti itu, bikin kesal saja.

Panggung terakhir Rus yang membawa saya tenggelam akan kebahagiaan dan kesedihan menjadi satu, baru kali ini bertanya siapa yang sebenarnya tokoh antagonis dan patut untuk dibenci. Karena jika menyelami perasaan setiap tokohnya, akan memahami apa yang membuatnya bahagia, apa yang membuatnya sedih, dan memberikan twist ending yang soft.

Saya menikmati setiap cerita yang disuguhkan, namun terusik dengan kesalahan ketik, seperti suamimu namun salah ketik menjadi Sumimu, kata depan yang digabung, tanda (-) yang mengganggu, mungkin maksudnya untuk memenggal kata sebagai tanda penggantian baris, namun ada kata yang berada di tengah, tidak untuk dipenggal, digunakan tanda (-). mungkin saat cetak bukunya kurang diteliti kembali. Padahal tersebar kata-kata indah yang membuat pembaca siap untuk menikmati cerita lebih dalam.

Sesuai dengan judulnya, Kala Ratih, Ketika Rasa Tak Lagi Sebatas Pernah, setiap rasa yang ada di sertiap cerita yang dialami setiap tokohnya.


Ingin membelinya? Langsung ke IG @kalaratih atau salah satu penulisnya di IG @anggi_putri7

Posting Komentar untuk "Review Kumpulan Cerita, Kala Ratih, Ketika Rasa Tak Lagi Sebatas Pernah."