Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cegah Stunting dan Obesitas Pada Anak

cegah stunting pada anak



Hari Gizi Anak di tahun 2022 ini membahas permasalahan gizi, terutama fokus pada permasalahan gizi kurang (stunting) dan gizi lebih (obesitas). Kedua hal tersebut nampak nggak asing bagi saya, karena beberapa kali membaca berita tentang permasalahan gizi, namun tetap nggak nyangka kalau di Indonesia masih banyak (khususnya anak-anak) mengalami permasalahan gizi.

Mengikuti webinar, sekaligus mendapatkan ilmu sebagai bekal nantinya saya menjadi seorang ibu, atau bisa saja kelak saya berbagi ilmu juga jika saudara, teman atau kolega yang sedang hamil, tahu dong kalau ibu hamil harus memperhatikan asupan gizi.

Stunting dan obesitas menjadi fokus utama karena berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting sebesar 24,4%. tahu nggak kalau ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam rpjmn 2020-2024, yakni 14%.

Ngobrolin data lagi nih, jika berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada Balita sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%. Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8%, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik.

Kita ngobrolin berdasarkan data, jika permasalahan gizi di Indonesia masih tinggi, harus perlu upaya untuk menurunkan angka stunting dan obesitas karena ini bisa memengaruhi kualitas generasi penerus bangsa dan bonus demografi tidak maksimal.

Webinar kali ini menghadirkan 3 narasumber, yaitu :


Ibu Ninik Sukotjo (UNICEF Indonesia)

Ibu Andriyani Wagianto (Nutrition and Health Manager Southeast Asia) Perawakilan Unilever.

Sisca Wulandari (Tanoto Foundation)

Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) Optimal Untuk Cegah Stunting.


Pembicara pertama yaitu Ibu Ninik beliau memaparkan tentang pencegahan stunting. Sebelum berbicara tentang pencegahan, tau dong kalau kurang gizi ada dampaknya pada jangka pendek dan jangka panjang.

Kekurangan gizi tidak saja membuat stunting, tetapi juga menghambat kecerdasan, memicu penyakit dan menurunkan produktivitas :

  • Gagal tumbuh : Berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus.
  • Hambatan perkembangan kognitif dan motorik : Berpengaruh pada perkembangan otak dan keberhasilan pendidikan.
  • Gangguan metabolik pada usia dewasa : Meningkatkan risiko penyakit tidak menular (diabetes, obesitas, stroke, dan penyakit jantung).

permasalahan stunting



Lantas bagaimana pencegahannya?


Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) Optimal dapat mencegah stunting, hal ini diperkuat oleh data SSGI 2019. di Indonesia, stunting meningkat secara cepat pada rentang usia 6 - 23 bulan.

Mengapa PMBA penting dalam 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) :


Kebutuhan Gizi anak usia 0-23 bulan sangat tinggi :

  • Periode pertumbuhan pesat
  • Pertumbuhan otak hingga 75% ukuran otak dewasa
  • Lebih dari 1 juta koneksi saraf dibentuk setiap detik.
  • Berat badan meningkat 4x lipat.
  • Tinggi badan meningkat hingga 75%

Rekomendasi UNICEF & WHO : Standar Emas PMBA

  • Inisiasi Menyusui Dini
  • ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama
  • Pemberian MP-ASI berkualitas pertama pada bayi saat usia 6 bulan : Memperkenalkan MP-ASI terlalu dini meningkatkan risiko kontaminasi patogen dan mengganti pemberian ASI dengan nilai gizi tinggi. Memperkenalkan MP-ASI yang terlambat membuat bayi tidak mendapatkan zat gizi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang
  • Terus menyusui hingga anak berusia 2 tahun atau lebih dengan MP-ASI yang tepat dan berkualitas.

Pada usia Pada usia 6-23 bulan ditekankan PMBA dengan keberagaman pangan :

  • ASI.
  • Biji-bijian, akar dan umbi-umbian.
  • Kacang-kacangan dan biji-bijian.
  • Turunan susu (yoghurt, keju).
  • Hewani (daging, ikan, ayam, hati, dll).
  • Telur.
  • Buah dan Sayur mengandung Vit.A
  • Buah dan sayur lain.

Namun, pada praktiknya pemberian PMBA terdapat tantangan, seperti :

  • Kurangnya keragaman pangan/tidak bervariasi : Hal ini disebabkan masih banyaknya pemikiran jika makanan yang bergizi adalah pangan yang menagarah ke western food, seperti brokoli dan salmon, padahal pangan lokal tidak kalah nilai gizinya.
  • Frekuensi pemberian MP-ASI yang rendah : Bisa saja hal ini dikarenakan ibu tidak memahami anjuran rentang waktu pemberian MP-ASI pada anak, atau karena ibu hanya memberikan makanan jika anak-anak lapar atau minta makan saja, sehinga pemberian MP-ASI tidak disiplin waktu.
  • Konsumsi makanan kemasan tinggi GGL seperti ultra processed food
  • Konsumsi minuman berpemanis dan makanan gurih.

Apa yang harus dilakukan untuk perbaikan asupan anak usia 6-23 bulan?

  • Dimulai dari sistem, seperti memperluas akses konseling berkualitas dan dukungan praktek PMBA, Meningkatkan ketersediaan, akses dan keterjangkauan akan pangan sehat untuk anak usia 6-23, semua aspek ikut berperan dalam menangani permasalahan kurang gizi dan gizi lebih.
  • Memberikan kemudahan akses, saluran komunikasi dan program bagi masyarakat khususnya para ibu agar mudah untuk mendapatkan pengetahuan tentang gizi dan implementasinya sehari-hari. Memberikan bantuan sekaligus dampingan.

pemberian mpasi pada balita yang benar



Peran Perusahaan dan Filatropi untuk Pencegahan dan Penurunan Kurang Gizi.


Permasalahan kurang gizi menjadi menjadi tanggung jawab bersama , seperti yang dilakukan oleh Unilever dan Tanoto foundation.

Inisitatif Unilever Indonesia dalam Perbaikan Nutrisi dan Stunting.

Untuk mentransformasi sistem pangan yang berkelanjutan, Unilever telah memperkuat kembali komitmennya dalam hal nutrisi.

Less and More, ada beberapa kandungan gizi yang dikurangi atau ada yang dilebihkan sesuai dengan standar WHO.

  • Standar nutrisi internal : 87% produk sudah selaras dengan standar WHO.
  • Refomulasi produk : Mengurangi kadar gula pada produk kecap, diformulasikan secara khusus untuk kadar lemak dan gula pada produk es krim, jus buah yang diformulasikan sesuai dengan kebutuhan harian, pemilihan obat herbal pada teh, peluncuran produk sebagai alternatif daging yang berbasis nabati, bumbu kaldu dibuat dengan garam beriodium.
  • Menciptakan kebiasaan pola makan yang baik dan hidup bersih : Program ibu dan balita & komunitas sehat, program sekolah dan pesantren sehat, Unilever brightfuture, Program Nutrimenu.

Tanoto Foundation


Melakukan studi di beberapa kabupaten di Indonesia (Indonesia Timur, Indonesia Tengah dan Indonesia Barat. Studi ini untuk mengatahui, mendalami sekaligus mendampingi masyarakat, bagaimana cara komunikasi, perilaku dan pelayanan terhadap pemenuhan gizi.

Pembelajaran dari pendekatan bottom-up diharapkan dapat memperkaya strategi upaya penurunan stunting, meliputi :

  • Stategi komunikasi perubahan perilaku di tingkat kabupaten / kota.
  • Penguatan desa untuk pemberian pelayanan prima melalui kader-kader di desa.

Tenutu terdapat tantangan agar praktik tentang menu makanan, cara asuh, suasana saat makan hingga persepsi akan stunting terdapat tantangan, misalnya saja di wilayah Kalimantan Selatan, Bagaimana caranya membuat anak umur 12-23 bulan dapat makan sayur, buah dan ikan dengan cara yang menyenangkan dan interaktif? 

Kemudian dilakukan kegiatan seperti :

  • membuat buku resep dari resep masakan sendiri.
  • ibu mencoba resep dengan balita mereka dan mencatat apa yang terjadi di buku harian.
  • para kader melakukan kunjungan rumah untuk mengetahui bagaimana keadaan para ibu - tidak untuk evaluasi tetapi untuk mendukung.
  • para kader membentuk kelompok whatsapp.

Membutuhkan sinergi antara pemerinta, perusahaan swasta, filantropi hingga masyarakat kecil tingkat keluarga untuk dapat mencegah stunting pada anak.

Posting Komentar untuk "Cegah Stunting dan Obesitas Pada Anak"