Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keseimbangan untuk meluaskan rasa empati pada sesama

peran masyarakat adat pada lingkungan


Salah satu hal yang membuat saya ingin terus belajar adalah selalu menemukan hal-hal baru, seperti halnya ketika bergabung di komunitas #EcoBloggerSquad, saya menerima banyak hal baru terutama lingkungan dan para pejuangnya, disitulah saya ingin mengenal lebih dalam di bidang yang masih baru bagi saya.

Dulu semasa kuliah, sudah tau tentang keberadaan masyarakat adat karena beberapa kali melihat mahasiswa demo tentang hak akan kepemilikan wilayah. Bahkan sebelum itu, saya sudah mengetahui meskipun hanya sebatas materi di sekolah.

Keseimbangan untuk meluaskan rasa empati pada sesama.

Hanya sekedar tahu, hanya sekadar lewat jika ada pemberitaan konflik masyarakat adat karena ya memang ini jauh dari jangkauan, beritanya sering simpang siur antar beberapa media dan sepertinya berlarut-larut hingga tidak tau info terbaru seperti apa.

Akhirnya menjadi cuek karena merasa itu bukan tanggungjawab saya, bukan area saya untuk memberikan komentar atau bahkan ikut peduli.

Namun, ketidaktahuan seharusnya membuat saya lebih peka dan bukan malah semakin tidak peduli, dengan membuka hati dan pikiran dari berbagai sudut pandang, membuat saya lebih kaya akan empati.

Dari diskusi bersama teman-teman, saya merasa tidak banyak pemberitaan dari media agar masyarakat umum lebih memahami masyarakat adat yang ada di wilayah Indonesia. Tidak menutup mata karena masih ada sentimen negatif, seperti primitif dan lain sebagainya yang melekat pada masyarakat adat.

Padahal semua yang ada di bumi mencari keseimbangan, seperti adanya siang dan malam, adanya berbagai macam musim, hingga terjadi pergerakan lempeng bumi untuk menciptakan keseimbangan.

Mengenal masyarakat adat juga membutuhkan beberapa waktu untuk mempelajari berbagai istilah, seperti mengenai maknanya, perbedaan masyarakat adat dan masyarakat hukum adat, dan sebagainya, namun hal ini malah bikin menarik untuk mencari lebih dan memang seharusnya ada kurikulum yang mengatur agar semakin dini untuk mengenal keanekaragaman masyarakat di Indonesia.

Peran Menjaga Bumi.

Ternyata setelah menjelajahi beberapa istilah yang masih asing, masyarakat Tengger termasuk masyarakat hukum adat, namun masih menjadi bagian dari masyarakat adat, pasti udah nggak asing lagi dengan masyarakat Tengger apalagi sudah menjadi primadona masyarakat umum yang ingin ke Gunung bromo.

Keseimbangan berawal dari pemanfaatan alam dengan bijak bukan dengan keserakahan, apa yang disediakan oleh alam merupakan kebaikan yang kita terima, seperti halnya masyarakat Tengger yang memiliki bahan pangan dari sekitar, seperti sayur semen yang bisa diolah menjadi kulupan maupun sayur bening, selain itu ada kentang, kubis, labu siam, dan buncis.

Bagaimana masyarakat Tengger tetap menjaga lingkungan? Ternyata mereka melakukan tebang dan menanam kembali. Keseimbangan yang dilakukan tidak hanya mengambil manfaat dari bumi tapi juga menanam kembali kebaikan untuk masa depan, tidak terus menerus meminta apa yang ada di bumi, tapi memberi kebaikan pada bumi. Take and Give.

Masyarakat Tengger memiliki berbagai pekerjaan seperti bertani, pedagang, penyewaan penginapan, penyewaan mobil, tour guide, meskipun masih menjunjung tinggi adat tapi tidak menutup diri pada kehidupan luar.

Peraturan Menteri LHK Nomor P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Definisi kearifan lokal dalam Peraturan Menteri LHK tersebut yaitu nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat setempat, antara lain untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup dan sumber daya alam secara lestari.

Menerapkan nilai-nilai luhur, peduli akan lingkungan serta mentaati peraturan menjadikan keseimbangan akan kebutuhan manusia dan alam dapat terpenuhi. Tidak seperti keserakahan yang tidak memberikan manfaat untuk keberlanjutan hidup.

cara menjaga hutan



Keberadaan masyrakat adat yang masih dipandang negatif, sebenarnya bisa dikatan penjaga bumi yang selalu menerapkan rasa syukur pada bumi yang selalu memberikan kehidupan pada manusia, tidak mencemari air maupun udara. Padahal hutan menjadi penyokong kehidupan, sumber mata air dan udara bersih tidak hanya untuk masyarakat sekitar, namun untuk masyarakat luas.

Dibalik peran serta masyarakat adat untuk menjaga bumi, ternyata terus dibayangi oleh konflik berkepanjangan dengan berbagai pihak, dan yang sering saya dengar maupun baca dari berita yaitu konflik wilayah.

Dibutuhkan payung hukum untuk melindungi masyarakat adat ;

Jalan panjang untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan pun menemui titik terang pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang pada pokoknya memisahkan hutan adat dari hutan negara, dalam arti memberikan pengakuan dan perlindungan atas keberadaan wilayah adat. Hal itu juga didukung dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang telah diusulkan oleh Masyarakat Adat bersama berbagai masyarakat sipil yang mendukung itu.


Dikutip dari laman web aman.or.id bahwa masih menunggu  RUU Masyarakat Adat tak kunjung disahkan, dibutuhkan gerakan bersama untuk mengangkat isu keresahan masyarakat ke ruang publik, seperti melalui edukasi, ruang diskusi, perluasan informasi dari berbagai media agar kejelasan akan RUU Masyarakat adat dapat segera disahkan.

Saya masih awam akan area pembahasan ini, namun ada banyak cara untuk memahami persoalan dan ikut mendukung teman-teman masyarakat adat. Salah satu yang bisa dilakukan adalah melakukan diskusi pada teman-teman yang lebih dulu memahami dari berbagai aspek, bisa juga ikut mendukung dengan memberikan bantuan dana ke organisasi setempat.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat dari berbagai pelosok Nusantara. AMAN terdaftar secara resmi di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Baru-baru ini AMAN mendapatkan penghargaan yaitu “Skoll Award for Social Innovation” dari The Skoll Foundation. Organisasi nirlaba yang berbasis di Palo Alto, California, Amerika Serikat.

Meskipun keberadaan saudara kita jauh dan jarang terdengar di media mainstream, bukan berarti tidak membutuhkan dukungan, karena masih banyak permasalahan yang dialami masyrakat adat terutama akan kejelasan perlindungan hukum, dengan bantuan yang kita berikan, akan membuat perubahan ke arah yang lebih baik.




sumber :

https://dlh.probolinggokab.go.id/pendataan-masyarakat-hukum-adat-tengger/

https://www.kompasiana.com/andreratuanak/5d5319d90d82303d914e7732/tidak-semua-masyarakat-adat-adalah-masyarakat-hukum-adat-ambigu-dalam-peristilahan?page=all#section1

https://www.merdeka.com/jatim/5-bahan-pangan-yang-hanya-ada-di-daerah-etnis-tengger-daun-ranti-hingga-lounghsiem.html

https://www.mikirbae.com/2015/04/taman-nasional-bromo-tengger-semeru.html#:~:text=Bagaimana%20cara%20masyarakat%20Tengger%20menyikapi,hidup%3A%20menebang%20dan%20menanam%20kembali.

https://aman.or.id/news/read/gerakan-mahasiswa-dukung-pengesahan-ruu-masyarakat-adat

Posting Komentar untuk "Keseimbangan untuk meluaskan rasa empati pada sesama"